Konsep Kafalah dan Tabarru' dalam Ekonomi Islam
Pengembangan ekonomi Islam sebagaimana pengembangan ekonomi pada umumnya tidak terlepas akan munculnya resiko kerugian. Untuk mengalihkan atau meminimalisir perlu bekerjasama dengan pihak asuransi. Dengan adanya asuransi, maka kerugian dalam sebuah usaha dapat terkendali, karena fungsi asuransi adalah untuk menlindungi hal-hal yang terduga, dalam sebuah usaha misalnya untuk membantu meringankan beban perusahaan salah satunya ketika sebuah usaha mendapatkan kerugian maka asuransi akan mengendalikan kerugian tersebut dan dapat menstabilkan kembali finansial usah tersebut.
Sehingga dengan pengendalian kerugian yang dilakukan asuransi maka pertumbuhan ekonomi tidak akan menurun begitu drastis. Asuransi memiliki potensi besar dalam mendorong pertumbuhan dunia usaha karena ikut mendukung upaya pengalokasian sumber-sumber ekonomi masyarakat melalui investasi yang menguntungkan dan menyangkut kemaslahatan masyarakat banyak. Maka diperlukan upaya yang seksama bagi penataan kembali industry asuransi dalam satu kerangka yang Islami.
Masalah ini sangat relevan manakala kita melihat adanya kecenderungan yang nyata dari masyarakat muslim kita akan makin tumbuhnya kesadaran berislam dan komitmen untuk menghidupkan kembali sebagai minhaj al-hayah (way of life). Kecenderungan ini membawa konsekuensi akan tersedianya wasail al-hayah (sarana hidup) yang selaras dengan niali-nilai Islam yang akan ikut membantu pencapaian tujuan hidup yang diridlai Allah SWT. Pencarian alternative dan penataan kembali masalah keuangan dan asuransi adalah bagian dari komitmen ini.
Upaya ini mungkin bisa diawali dengan mencoba mengembalikan ide dasar penyelenggaraan asuransi dan meninjau, apakah prinsip-prinsip dasar ini sesuai atau tidak dengan prinsip kehidupan Islami. Evaluasi prinsip-prinsip ini perlu dilakukan untuk memastikan kembali apakah praktik yang ada membantu tercapainya tujuan-tujuan syari’at atau malah sebalikhya. Hal ini sangat penting karena praktik asuransi yang selama ini kita kenal, berada dalam suatu system ekonomi yang cenderung kapitalis. Sehingga memungkinkan adanya perbedaan yang cukup mendasar dengan asuransi Islam. Karena pada umumya asuransi dibentuk untuk mendapatkan laba (maximizing profit) dan didasarkan atas perhitungan/orentasi bisnis. Hal ini dapat dilihat dari setiap penyusunan corporate planning perusahaan asuransi. Dimana elemen-elemen tujuan yang hendak dicapai di antaranya adalah pemenuhan harapan dari stake holder dan penanggung ulang yang pada umumnya berupa pencapaian profit yang maksimal atau minimu net loss ratio.[1]
Islam pada hakekatnya tidak menentang gagasan penanggungan resiko yang dapat dipertanggungkan. Ide dasar asuransi sendiri amatlah mulia, bahwa dengan menanamkan sejumlah modal, individu dapat bebas dari kerugian financial yang timbul akibat terjadinya musibah dengan saling menanggung, menjamin dan saling menolong diantara tertanggung yang bernilai kebajikan. Islam juga sangat mendorong umatnya untuk saling tolong-menolong (mutual help), saling bertanggung jawab (shared responsibility) dan saling menanggung satu dengan yang lainnya atas musibah yang diderita saudaranya agar tercipta kehidupan bersama yang harmoni.
Untuk mencari solusi atas berbagai macam unsur yang menyertai praktik asuransi yang tidak sejalan dengan syari’at Islam, maka diupayakan bentuk asuransi yang menekankan pada sifat saling menanggung, saling menjamin dan saling menolong di antara tertanggung yang bernilai kebajikan yaitu Asuransi Takafful yang diderivasi dari akad kafalah dan tabarru.
Dalam literature fiqh klasik tidak ditemukan pembahasan mengenai aplikasi kafalah dan tabarru pada lembaga financial seperti asuransi. Sebab asuransi yang berkembang saat ini tidak terdapat pada zaman mereka. Oleh karena itu perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut tentang aplikasi kafalah dan tabarru pada Asuransi syari’ah.
[1] Rambat Lupiyoadi, Konsep Asuransi: Wacana Islam Dan Kapitalis, Dalam Wawasan Islam Dan Ekonomi Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1997), h.245
Posting Komentar